Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng telah menyalurkan 2,6 juta liter air bersih ke Grobogan dan 15 wilayah kabupaten dan kota lainnya.
Grobogan yang paling sering meminta pasokan air bersih karena wilayahnya paling banyak mengalami kekeringan.
"Jjika dilihat yang terbanyak kekeringan di Grobogan. Terakhir ini ada 99 desa," kata Kabid Kedaruratan BPBD Jawa Tengah Dikki Ruli Perkasa, Rabu (2/8).
Dia menyebut secara rinci bencana kekeringan telah menyebar di 48 kecamatan dan 87 desa. Banyaknya desa dan kecamatan yang mengalami kekeringan ditemukan dari data laporan yang dihimpun per tanggal 27 Juli 2023 kemarin.
"Dari data untuk perkembangan kekeringan ini per minggu kita laporkan ke gubernur. Sudah ada 16 kabupaten/kota per 27 Juli kemarin. Yang terdiri dari 48 kecamatan di 87 desa."
Kabid Kedaruratan BPBD Jawa Tengah Dikki Ruli Perkasa.
Distribusi air bersih juga dilakukan untuk daerah lainnya yang berpotensi mengalami kekeringan panjang. Selain Grobogan, distribusi air bersih terbanyak disalurkan ke Kota Semarang, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sragen.
"Empat daerah tersebut menjadi kawasan yang paling menonjol dilanda kekeringan saat puncak kemarau tahun ini. Sedangkan untuk bencana kebakaran lahan ada 233 kejadian," terangnya.
Koordinator Obsevasi dan Informasi Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang Giyarto mengatakan, mayoritas wilayah Jateng bulan Juli Agustus memang telah memasuki puncak kemarau. Kondisinya juga akan berlangsung sampai pekan depan.
Puncak kemarau tahun ini cenderung lebih kering mengingat munculnya siklus El Nino telah menimbulkan kenaikan suhu udara di masing-masing wilayah.
"Jateng masih puncak kemarau. Sampai seminggu ke depan. Karena hujan saat ini sudah tidak turun. Jadinya kondisi Jawa Tengah relatif kering. Ketersediaan air bersih wajib dilakukan dengan sistem manajemen yang bagus. Terutama di daerah yang langganan kekurangan air. Seperti di Boyolali ada enam kelurahan yang sering kekurangan air, daerah lain seperti Purwodadi dan Jateng timur juga perlu waspada," kata dia.
Selain itu, siklus kemarau tahun ini juga dibarengi dengan menguatnya angin monsun Australia yang menyebabkan embusan udara terasa lebih dingin ketimbang biasanya. Dengan adanya tekanan udara yang rendah di garis ekuator selatan membuat kecepatan angin lebih kencang.
Dia mengimbau kepada masyarakat perkotaan lebih waspada terhadap munculnya udara yang kering. Bagi warga di lereng Gunung Lawu dan Merbabu juga perlu hati-hati karena areal lereng pegunungan rawan kebakaran hutan.
Editor Yan Muhardiansyah
Reporter: Danny Andriadhi Utama