Melainkan sebagai upaya mengingat sekaligus mengedukasi generasi masa kini yang tinggal menikmati manisnya kemerdekaan.
Bagi Indonesia sebagai negara yang kala itu masih belia dan kerap menghadapi berbagai kegentingan, kemunculan sosok pahlawan dalam uang menjadi hal yang amat penting.
Alasannya, di sana tersimpan spirit untuk memperkuat tenun kebangsaan dan persatuan. Lewat sosok pahlawan, ada keteladan yang menjadi daya rekat anak bangsa.
Di awal kemerdekaan RI, ada 2 sosok pahlawan yang diabadikan dalam mata uang rupiah. Mereka adalah Raden Ajeng Kartini dan Pangeran Diponegoro.
Saat itu, Bank Indonesia sedang mempersiapkan kelahirannya setelah menasionalisasi De Javasche Bank sejak 1951.
Lantaran undang-undang tentang Bank Indonesia baru lahir pada 1953, maka uang kertas emisi 1952 tersebut baru resmi diedarkan pada 2 Juli 1953.
Di bagian utama uang tersebut terdapat gambar R.A. Kartini dengan ukiran stilisasi dua burung dan motif kelok paku yang mengelilingi bagian tengah sehingga menyerupai bingkai.
Sedangkan, di bagian belakang terdapat gambar pohon kalpataru atau pohon kehidupan yang diapit oleh stilisasi dua ekor ular serta ornamen dekoratif perpaduan garis-garis yang membentuk seperti kipas terkembang.
Pada bagian depan, terdapat gambar Diponegoro serta ukiran burung Garuda sebagai hewan mitologi Hindu yang menjadi kendaraan Dewa Whisnu. Di bagian belakang terdapat corak stilisasi burung Garuda yang saling berhadapan.
Tak hanya itu, di tahun yang sama, dikeluarkan koin Diponegoro nominal 50 sen. Nominal 50 sen dikeluarkan lagi pada 1954, 1955, dan 1957. Setelahnya, Bank Indonesia kembali menerbitkan uang kertas emisi Diponegoro nominal Rp1.000 di tahun 1975.
Mengabadikan sosok pahlawan pejuang bangsa dalam mata uang jadi cara mengenang jasa para pahlawan.