![Tak Boleh Disepelekan, Waspadai Dampak Masalah Makan pada Anak](https://cdns.klimg.com/maverick-prod/feedImage/2023/7/22/1690021770170-9c47u.jpeg)
![Tak Boleh Disepelekan, Waspadai Dampak Masalah Makan pada Anak](https://cdns.klimg.com/maverick-prod/feedImage/2023/7/22/1690021770170-9c47u.jpeg)
Orang tua perlu memastikan anak mendapatkan nutrisi yang cukup dan stimulasi yang tepat untuk tumbuh kembangnya. Namun, beberapa anak bisa mengalami kesulitan makan atau feeding difficulties.
Kesulitan makan dapat dicurigai ketika anak menunjukkan satu atau lebih gejala dan tanda seperti penolakan makan yang berlangsung lebih dari 1 bulan, waktu makan terlalu lama, waktu makan yang membuat stres, distraksi saat meningkatkan asupan, kurangnya pemberian makan mandiri yang tepat, pemberian ASI yang berkepanjangan, makan nokturnal, dan gagal maju ke tekstur makanan yang berbeda.
Masalah ini umum terjadi di Indonesia dan negara lain, dan bisa disebabkan oleh faktor lingkungan, perilaku, atau gangguan organik seperti gangguan pencernaan. Dari perspektif gastrohepatologi, feeding difficulties bisa jadi disebabkan gangguan pada pencernaan sehingga memengaruhi nafsu makan anak dan rutinitas makan sehari-hari.
Beberapa gangguan pencernaan yang menyebabkan ketidaknyamanan saat makan adalah diare, muntah, sakit perut, GERD, intoleransi laktosa, atau gangguan gastrointestinal lainnya. Gangguan ini juga bisa membuat anak takut saat makan.
“Konsumsi zat nutrisi yang tidak optimal, perkembangan juga terganggu, dan mempengaruhi emosinya,” ungkap Prof. Hegar.
Istilah yang sering dipakai dan penerapannya pada masalah makan juga bervariasi, bahkan kadang tidak konsisten. Ada yang menyebutnya sebagai kesulitan makan, picky eater, selective eater, dan beberapa istilah lainnya.
“Kejadiannya bervariasi bergantung istilah dan umur yang digunakan, secara umum berkisar 20-70 persen pada anak usia di bawah 5 tahun. Meskipun sebagaian besar disebabkan non organik, sebagai dokter dan orang tua perlu mewaspadai adanya alarm symptoms penyakit organik pada 20-30 persen anak dengan masalah makan,” ungkap Prof. Hegar.
Beberapa kelainan organik menyebabkan masalah makan pada anak, seperti gangguan saluran cerna (PRGE, kolik infantil, infeksi saluran cerna), alergi makanan (terhadap protein susu sapi atau gluten pada penyakit seliak), serta gangguan perkembangan motorik dan sensorik yang memengaruhi kemauan makan dan kesulitan mengunyah dan menelan makanan.
Penting untuk secara berkala mengevaluasi kemungkinan adanya kelainan organik pada anak, karena kelainan yang tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan gangguan mind-set anak yang berpengaruh pada perilaku makan.
Dampak dari anak susah makan juga berdampak pada tumbuh kembang anak, seperti risiko malnutrisi yang melemahkan sistem imunitas, mudah terinfeksi, dan mempengaruhi pertumbuhan otak dan daya pikir anak.
“Anak dapat mengalami malnutrisi yang ringan hingga feeding difficulties yang sangat ekstrem dan menyebabkan defisiensi gizi yang signifikan. Defisiensi gizi akan memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, pertumbuhan fisik, fungsi kognitif otak, motorik, fungsi fisiologis dan perubahan respon imun. Hal yang paling penting dilakukan orang tua dalam situasi ini adalah segera berkonsultasi dengan dokter, jadi bisa ditentukan prioritas penanganan dan tata laksananya,” jelas dr. Bernie.
“Malnutrisi memperlambat proses penyembuhan penyakit dan menurunkan daya intelegensi anak,” jelas dr. Bernie.
Masalah makan anak bisa menghambat pertumbuhan serta menurunkan daya tahan tubuh.