

Penelitian ini dipimpin oleh Ginés-Palomares, Miranda Fateri, dan Jens Günster.
Ketiganya memikirkan cara bagaimana menghasilkan permukaan yang aman dan nyaman untuk para astronot bekerja ketika berada di permukaan Bulan.
Kumpulan partikel berdebu yang tajam, abrasif, dan beracun mungkin berada di sana. Kumpulan partikel ini bisa saja menempel pada pakaian antariksa dan merusak peralatan milik astronot.
Bahkan, salah satu astronot dari misi Apollo mengalami reaksi alergi terhadap kumpulan partikel ini.
Reaksi alergi ini kemudian disebut sebagai demam lunar.
Karena itulah, perlu ditemukan cara untuk menjadikan regolith Bulan menjadi suatu partikel yang lebih aman dan kokoh.
Para peneliti mencoba menggunakan karbon dioksida untuk melelehkan regolith ini.
Percobaan ini dilakukan dalam sebuah simulasi yang dibuat oleh Badan Antariksa Eropa (ESA). Tanah yang dipakai juga bukan tanah Bulan sungguhan. Ada beberapa perbedaan signifikan dari penelitian ini dan penelitian sebelumnya.
Keluaran dayanya adalah maksimum 12 kW, dan tidak digunakan dalam penelitian sebelumnya. Hasilnya, diketahui bahwa satu kali lintasan laser sudah cukup untuk menciptakan lempengan tebal dari regolith.
para peneliti.
Para peneliti mempertimbangkan apakah hal ini dibutuhkan dalam waktu cepat di Bulan, karena penelitian ini jelas membutuhkan lebih banyak percobaan lagi. Hingga saat ini, disimpulkan cara paling simple untuk melakukan penelitian ini di Bulan adalah dengan menggunakan lensa yang memanfaatkan sinar Matahari, bukan laser.
Caranya mirip dengan membakar atau meleburkan suatu objek dengan bantuan kaca pembesar dan cahaya Matahari.
Cara yang sama diperkirakan dapat meleburkan regolith Bulan, dengan lensa seluas 2,37 meter persegi.
Radiusnya adalah 87 centimeter (jika berbentuk lingkaran).
Penggunaan lensa juga membuat keuntungan, baik dari segi kebutuhan energi, pendinginan, dan infrastrukturnya.
Reporter magang: Zahra Aulia