<b>Soenting Melajoe, Surat Kabar Perempuan Pertama Zaman Hindia Belanda yang Terbit di Padang</b>

Soenting Melajoe, Surat Kabar Perempuan Pertama Zaman Hindia Belanda yang Terbit di Padang

Lahirnya surat kabar ini tak lepas dari terbatasnya akses perempuan di Hindia Belanda untuk mendapatkan pendidikan.

Kota Padang di Sumatra Barat menjadi saksi lahirnya surat kabar perempuan pertama pada zaman Hindia Belanda bernama Soenting Melajoe.

Sosok pendiri surat kabar ini adalah Roehana Koeddoes. Perempuan kelahiran Kota Gadang, Sumatra Barat itu merupakan saudara tiri dari Sutan Sjahrir dan sepupu Agus Salim.

Lahirnya surat kabar ini tak lepas dari terbatasnya akses perempuan di Hindia Belanda untuk mendapatkan pendidikan.

Bagaimana dinamika surat kabar Soenting Melajoe dan perjalanan Roehanna Koeddoes? Simak rangkuman yang dihimpun dari beberapa sumber berikut ini.

Profil Soenting Melajoe

Soenting Melajoe atau Sunting Melayu adalah surat kabar yang terbit di masa Hindia Belanda yang tulisannya berasal dari penulis perempuan.

Di Hindia Belanda, Soenting Melajoe menjadi media surat kabar perempuan pertama yang berdiri.

Terbit pertama kali pada 10 Juli 1912, isi dari surat kabar Soenting Melajoe ini seperti tajuk rencana, sajak-sajak, tulisan atau karya mengenai perempuan, hingga tulisan riwayat tokoh-tokoh kenamaan.

Ada ciri khas dari surat kabar Soenting Melajoe ini, yaitu dalam empat halaman di setiap edisinya ada rekaman diskusi dan perdebatan perempuan Hindia Belanda soal pendidikan, kesehatan, agama, dan juga budaya.

Sejarah Singkat

Soenting Melajoe tak bisa berdiri tanpa peran dan campur tangan dari Roehana Koeddoes. Ia adalah seorang wartawati pertama di Indonesia.

Lahir pada 20 Desember 1884, Roehana sangat aktif di bidang pendidikan dan sempat mendirikan surat kabar perempuan bernama Poetri Hindia.

Keterbatasan bersuara di zaman kolonial Belanda membuat Poetri Hindia ditutup. Kemudian, dirinya tak menyerah untuk terus memperjuangkan hak dan peran perempuan.

Akhirnya Roehana mendirikan Soenting Melajoe bersama temannya Zoebeidah Ratna Djoewita. (Foto: wikipedia)

Kehidupan Roehana tak jauh dari dunia pendidikan. Meski kesulitan dan tidak mendapat pendidikan formal, namun ia mempunyai wawasan luas berkat ayahnya yang bekerja sebagai pegawai pemerintah Belanda kerap membawakan buku bacaan dari kantor.

Hal ini membuat semangat dan gairah belajar Roehana tumbuh dan bertekad memperjuangkan pendidikan bagi kaum hawa.

Meminta Bantuan Penerbitan

Tekad dan keinginan Roehana untuk mendirikan surat kabar pun ia curahkan ke Datuk Sutan Maharaja, pendiri surat kabar Oetoesan Melajoe di Kota Padang.

Datuk Sutan Maharaja pun bersedia dan menyanggupi percetakan majalah khusus yang akan menjadi terbitan Soenting Melajoe. Roehana yang sedang mengajar di Koto Gadang pun tidak bisa terjun langsung dalam penerbitan. Ia pun hanya mengirim tulisan-tulisannya dari sana.

Datuk Sutan Maharaja menunjuk putri kandungnya, Ratna Djoewita, untuk membantu Roehana dalam mengutus redaksi surat kabar di Kota Padang.

Soenting Melajoe terbit seminggu sekali, lebih sering dibandingkan Oetoesan Melajoe milik Datuk Sutan Maharaja yang terbit tiga minggu sekali.

Untuk penerbitan, dipegang sepenuhnya oleh percetakan milik Datuk yaitu Snelpersdrukkerij Orang Alam Minangkabau.

Awalnya, surat kabar ini terbit setiap Sabtu. Setahun berjalan, pada edisi ke-2 tahun 1913 Soenting Melajoe terbit setiap hari Kamis.

Pada edisi ke-18, Sunting Melajoe terbit setiap hari Jumat.

Penerbitan Soenting Melajoe ini mendapat sambutan yang cukup baik. Sejumlah perusahaan mendukung pembiayaan surat kabar ini dengan memasang iklan di halaman tertentu.

Iklan-iklan yang dimuat dalam Sunting Melayu kebanyakan perusahaan kain, di antaranya pengusaha batik dari Yogyakarta, seperti Moekari dan Mochamad Hadjad, serta pengusaha-pengusaha lokal.

Artikel ini ditulis oleh
Adrian Juliano

Editor Adrian Juliano

This is notes

Reporter