Ilmuwan Ungkap Algoritma Terbaru AI Nantinya Bisa Mendeteksi Kehidupan di Luar Angkasa, Akurasinya 90 Persen

Ilmuwan Ungkap Algoritma Terbaru AI Nantinya Bisa Mendeteksi Kehidupan di Luar Angkasa, Akurasinya 90 Persen

Berikut proyeksi ilmuwan terhadap akurasi AI di masa depan.

Di masa depan, robot penjelajah dan pesawat ruang angkasa akan menambahkan sensor yang dapat mendeteksi planet yang berpotensi layak huni. 

Sensor ini akan membantu pesawat ruang angkasa yang menjelajahi dunia lain dengan mendeteksi kehidupan alien. Bukan hanya untuk itu, alat ini juga digunakan untuk memperlihatkan molekul organik yang menunjukan proses biologis. 

Metode ini akan dikembangkan menggunakan kecerdasan buatan (AI) yang mampu mendeteksi perbedaan halus dalam pola molekuler dan indikasi kehidupan.

Bahkan, lebih jauh lagi dapat mengetahui sampel yang berusia ratusan juta tahun lalu dengan hasil tingkat akurasi 90 persen, menurut para peneliti. 

Alat ini juga akan dipasang pada pesawat ruang angkasa yang mengelilingi “planet” lain dengan potensi hunian seperti Enceladus dan Europa.

“Kami akan meneliti aktivitas kimia kehidupan secara mendasar. Sebab dengan ini aturan kimia dalam kehidupan dapat mempengaruhi keanekaragaman distribusi biomolekul,”

Robert Hazen, Ilmuwan dari Institution for Science Washington DC.

Perbedaan Unsur Kimia Diukur AI

Selain itu, dalam salah satu studi juga mengatakan bahwa dengan melihat aktivitas kimia dapat mengetahui dan menyimpulkan asal usul kehidupan dari dunia lain.

Metode ini juga menggunakan premis yaitu proses kimia yang mengatur pembentukan dengan fungsi biomolekul berbeda secara proses kimia.

Mengutip Space, Kamis, (28/9), penelitian terbaru menyebutkan bahwa molekul abiotik seperti asam amino menyimpan informasi penting untuk mengetahui tentang kehidupan di luar Bumi.

Terlebih, di setiap tempat yang berbeda akan memiliki sejumlah senyawa tertentu. Hal ini yang akan mampu dilihat dan diukur oleh AI.

Tahap Uji Coba

Para tim pertama kali mencoba algoritma pembelajaran mesin dengan 134 sampel, yang terdiri dari 59 sampel biotik dan 75 sampel abiotik.

Selanjutnya, jika hal ini berhasil maka AI dapat mengidentifikasi sampel biotik makhluk hidup seperti cangkang, gigi, tulang, rambut manusia, hingga kehidupan purba dalam fosil tertentu yang terbuat dari batu bara, minyak, dan ambar. 


Pada studi baru juga mengungkapkan bahwa alat ini diperkirakan dapat mengidentifikasi sampel biotik termasuk bahan kimia seperti asam amino yang dibuat dari laboratorium, serta meteorit.

Dalam waktu dekat, metode AI model ini dapat mempelajari batuan berusia 3,5 miliar tahun di wilayah Pilbara, Australia Barat.

Tempat ini diperkirakan sebagai tempat yang memiliki fosil tertua di dunia yang pertama kali ditemukan pada tahun 199.

Diperkirakan sebagai sisa-sisa fosil mikroba yang mirip dengan cyanobacteria, yang merupakan organisme hidup pertama serta penghasil oksigen di Bumi.

Artikel ini ditulis oleh
Fauzan Jamaludin

Editor Fauzan Jamaludin

Reporter magang: Aisha Balqis Salsabila

Reporter